Selasa, 19 Agustus 2014

PERBINCANGAN HARI INI

Imas Rismawati
04 Agustus 2014

Bercengkrama bersama keluarga, membicarakan hal-hal yang ringan. Hanya bersama mama sih, adik-adikku sibuk dengan mainannya masing-masing. Adik laki-lakiku sibuk dengan layang-layangnya, yang entah sampai kapan pembuatannya selesai. Karena aku perhatikan, hampir setiap hari ia membuat layang-layang baru. Berbagai alasan ia kemukakan jika ditanya perihal itu. Layang-layangnya tersangkut lah, putus lah, sampai layangannya ia jual.  Ah, sudahlah. kali ini aku bukan ingin membahas masalah layang-layang.
Bapak sedang tak dirumah, beliau pagi-pagi sekali mengantar si Abah yang entah mau kemana. Mama dan adik perempuanku baru saja tiba dari acara pernikahan di kampung sebelah. Lah aku sendiri sebenarnya tak jelas apa yang tengah aku lakukan. Maklumlah libur sekolah, libur pula aktivitas di rumah. Hehe..
Ketika sedang asyik berbincang di ruang depan, melintas sepeda motor yang di kendarai laki-laki muda membonceng gadis remaja yang masih mengenakan seragam putih abunya. Mama bertanya padaku, “apakah aku mengenal gadis itu?”. Aku mencoba mengingat-ingat dengan hanya ada satu petunjuk, yaitu logo sekolah yang tertempel di seragam putihnya yang selintas terlihat  olehku. Aku tahu dia berasal dari sekolah mana, tak begitu jauh lah dari sekolahku yang dulu. Tapi rasa-rasanya tak ada siswi yang berasal dari sekolah itu di sekitar kampungku. Aku balik bertanya pada mama, “kenapa memang dengan gadis itu, tak biasanya mama meneliti orang yang melintas di depan rumah?”.
Dan oh ternyata,.. mama tadi sempat melihat gadis itu di salah satu rumah dikampung sebelah. Yaa.. dengan perilaku yang tak sepantasnya dilakukan oleh wanita, apalagi sebagai pelajar. Aku tahu rumah yang mama maksud. Letaknya memang berada di pojok dekat hutan. Pantas saja mama begitu ingin tahu siapa gadis itu.
Mama sempat menyayangkan, gadis muda itu pastilah pamit kepada orang tua untuk memasuki gerbang ilmu. Pastilah di  bekali doa yang tak pernah berhenti terucap dari bibir sang pendoa yakni ibu. Tapi ternyata ia malah berbelok menuju gerbang kemaksiatan mengacuhkan rintihan doa seorang ibu. Aku tahu mama berkata seperti itu agar hal itu menjadi pelajaran bagiku. Pelajaran agar aku mengetahui siapa aku, dan bagaimana aku harus berperilaku.
Aku sendiri amat sangat menyayangkan. Gadis  muda yang hanya baru menginjak beberapa tangga kehidupan, dengan kesuksesan yang sebenarnya menanti dimasa depan,  harus terjatuh dan sulit menapaki tangga berikutnya. Membiarkan kebahagiaannya melayang, hanya karena takut di putus si ayang. Aku tahu siapapun yang tersentuh oleh rasa yang disebut cinta yang dibalut oleh nafsu biadab pastilah akan terlupa dengan tujuan hidupnya bahkan mungkin terhadap Tuhannya.
Apakah seperti itu cara mencintai?
Merusak masa depan seseorang yang akan menjadi masa depannya. Menyengsarakan seseorang yang kelak akan menjadi keluarganya. Sepertinya hanya beberapa orang saja yang mampu mengendalikan dan menjaga cinta yang dimilikinya. Tetap mencintai meski hanya tersimpan dalam hati, tetap bahagia meski hanya tertanam dalam dada.
Aku sendiri bukan gadis suci yang tak pernah luput dari jerat kemaksiatan. Bukan wanita muslimah yang pandai menyimpan perasaan. Aku dan dia sama-sama perempuan, sama-sama tengah menuntut ilmu, sama-sama memiliki godaan sebagai remaja. Tapi aku harap aku tak pernah memiliki perilaku yang sama dengannya. Aku menulis seperti ini bukan maksud apa-apa, apalagi untuk menjelekkan orang lain. Aku menulis karena aku berharap tulisan ini mampu menjadi pengingat bagi diriku sendiri. Pengingat ketika aku mulai lupa tujuan hidupku, pengingat ketika aku terlena oleh indahnya dunia dan tentunya menjadi pelajaran bagiku yang saat ini dalam tahap menuntut ilmu untuk benar-benar meluruskan niat dan tetap menjadikan keluarga sebagai cambuk dalam perjalananku.

HARAPAN


Imas Rismawati
05 agustus 2104
17:54
Detik waktu akan menghapus sebuah kenangan
Detik waktu pula yang akan mengikis sebuah harapan
Mencoba menanam harapan, untuk kehidupan masa depan
Dengan perantara waktu yang entah sampai kapan
Entah apa yang akan tertuai nanti
Kenyataan atau hanya sebuah kenangan
Aku bukan tak yakin dengan harapanmu
Aku hanya berkaca pada masa lalu
Jarak dan waktulah yang kelak merubah semua itu
Saat ini masihlah awal
Masih ku rasakan kuat dekapan sebuah pengharapan
Masih ku dengar rintih doa pengharapan untuk masa depan
Bagaimana dengan nanti? 1 tahun? 2 tahun kedepan?
Masihkah bisa aku merasa dan mendengarnya?
Kisahku, kisahmu..
Kelak hanya akan terekam dalam memori masa lalu
Kisah kita perlahan akan tiada

Namun, kubiarkan saat ini kau menanam harapan itu
Ingin ku lihat bagaimana kau menjaganya
Mendekapnya, menghujaninya dengan doa
Membiarkan mu berharap semua akan menjadi nyata
Dan aku disini hanya bisa membantumu melalui doa.